Welcome to nina's blogger...^_^

Membaca dan menulis adalah dua hal yang paling saya sukai...
kadang hari- hari saya habiskan untuk dua hal tersebut selain kewajiban saya sebagaio seorang muslim...
mudah-mudahan kita semua dapat berbagi inspirasi...
Semangat semua!!!

Sabtu, 24 April 2010

KRISIS KETAHANAN PANGAN NASIONAL INDONESIA SEBAGAI IMPLIKASI LIBERALISASI PERDAGANGAN GLOBAL

Era globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia saat ini memaksa developing countries seperti Indonesia untuk masuk dan bahkan terjerat ke dalam pusarannya. Aspek paling penting dari globalisasi ekonomi itu sendiri adalah semakin dikuranginya sekat- sekat dan hambatan ekonomi antarnegara, semakin menyebarnya perdagangan, finansial, dan aktivitas produksi internasional. Sebagai negara ekonomi terbuka (open economic), situasi pasar domestik Indonesia tidak terlepas dari gejolak pasar dunia yang semakin liberal.
Proses liberalisasi tersebut dapat terjadi karena kebijakan unilateral dan konsekuensi keikutsertaan meratifikasi kerjasama perdagangan regional maupun global yang menghendaki penurunan kendala- kendala perdagangan (tariff dan nontariff barriers), sehingga Indonesia harus menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan pada sektor pangan. Liberalisasi ini terwujud dalam berbagai kebijakan, antara lain pencabutan subsidi untuk petani, privatisasi badan usaha logistik dan penurunan tarif impor produk pangan, sehingga pasok pangan dari pasar impor pun semakin meningkat. Hal ini memperburuk kinerja ketahanan pangan nasional dan puncaknya adalah ketika terjadi kenaikan harga kacang kedelai tahun 2008 yang hampir seratus persen dan tidak didukung oleh ketersediaan pangan, yang tentu saja sangat mencekik rakyat kecil karena makanan sehari- hari mereka semisal tahu dan tempe menjadi langka atau harganya yang menjadi teramat mahal. Kemudian pada awal 2010 ini krisis pangan tersebut kembali disusul dengan kenaikan harga beras dan stok beras di daerah semakin menipis.
Liberalisasi ekonomi membuat peranan pemerintah berkurang, perekonomian diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Petani dibiarkan sendiri berkompetisi dengan produk- produk pangan dari luar negeri, bahkan subsidi untuk petani dicabut. Pemerintah tidak memberi stimulasi terhadap petani untuk mendapat insentif keuntungan dalam meningkatkan proses produksi. Pemerintah hanya berperan dalam pengambilan kebijakan semata yang kadang berlawanan dengan kepentingan nasional atau lebih tepatnya kepentingan rakyat dalam negeri.
Sehingga, yang terjadi di negara kita selanjutnya adalah diturunkannya atau bahkan mulai dihapuskannya hambatan- hambatan perdagangan, seperti penurunan tarif impor perdagangan komoditas termasuk juga pada perdagangan komoditas sektor pangan. Masalah ketahanan pangan nasional negara Indonesia merupakan implikasi dari liberalisasi perdagangan global. Sebagaimanan kita ketahui, baik di negara- negara maju maupun negara berkembang, pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tentu saja menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun ironisnya, meskipun negara kita memiliki hak atas pangan yang cukup, masih banyak masyarakat yang mengalami kelaparan dan kekurangan pangan. Kelaparan dan kekurangan pangan terjadi karena rapuhnya sistem ketahanan pangan. Food security adalah konsep yang digunakan dalam menganalisis kondisi pangan suatu negara dan untuk mencapainya ada empat indikator yang harus dicapai, yaitu ketersediaan pangan, aksesabilitas pangan, kerentanan pangan dan stabilitas persediaan pangan. (Agnes Chronika, Deri Marret, Mutiara Arumsari, Verdinand Robertua dan Wahyu Setywan dalam Ekonomi Politik Pemasaran Produk GM Crop Mosanta ke Kenya Dalam Mekanisme Pemberian Bantuan Pangan USAID Ke Kenya Tahun 2001)
Pada aspek ketersediaan pangan termasuk di dalamnya beberapa elemen yaitu produk domestik, impor, ekspor, cadangan dan transfer pangan dari negara lain. Adanya elemen ekspor- impor pada aspek ketersediaan pangan menunjukkan bahwa kinerja ketahanan pangan nasional Indonesia tidak terlepas dari dinamika peran perdagangan internasional, khususnya perdagangan komoditas pangan. Saat ini dengan semakin menipisnya persediaan pangan dunia yang berdampak pada kenaikan harga pangan akan berpengaruh pada proses perdagangan komoditas pangan global yang tentunya melibatkan negara- negara berkembang.
Dengan semakin menipisnya ketersediaan pangan dunia dan kenaikkan harganya tersebut akan mempengaruhi ketersediaan maupun cadangan pangan nasional yang mengakibatkan adanya transfer pangan dari negara lain, transfer disini maksudnya adalah impor dari luar negeri. Kemudian yang terjadi adalah semakin tinggi pula harga pangan domestik dan kebutuhan akan impor yang semakin meningkat yang disebabkan oleh terbatasnya persediaan pangan nasional, ditambah lagi dengan adanya tekanan liberalisasi perdagangan dimana Indonesia ikut serta dalam perjanjian ekonomi baik secara regional maupun global. Indonesia harus mematuhi aturan- aturannya, diantaranya adalah penghapusan hambatan- hambatan perdagangan yaitu hambatan tarif maupun non- tarif. konsekuensinya adalah diturunkannya hambatan tarif yaitu bea masuk impor pangan.
Dengan diturunkannya hambatan tariff tersebut, maka distribusi pangan impor (dari luar negeri) akan leluasa masuk ke pasar Indonesia, yang menyebabkan persediaan pangan lebih mahal dan petani Indonesia sendiri akan semakin terpuruk dikarenakan harus bersaing dengan produk pangan dari luar. Sedangkan petani- petani tradisional tersebut kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dengan dihapuskannya subsidi dengan dinamika harga pupuk yang melambung tinggi dan sering terjadinya gagal panen akibat dari sistem yang digunakan petani masih sangat minim. Oleh karena itu, saat ini masyarakat hanya akan merasakan harga pangan yang semakin meningkat dan kesejahteraan petani sendiri akan semakin terpuruk. Fenomena yang terjadi tersebut seharusnya menjadi intropeksi bagi pemerintah bahwa memilih untuk melakukan liberalisasi perdagangan harus terus diiringi dengan perbaikan dalam negeri, terutama dalam sektor ekonomi rakyat kecil. Tidak hanya memikirkan bagaimana Indonesia bisa sukses melakukan sebuah liberalisasi yang menjadi “icon” arus globalisasi, namun juga yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat Indonesia semakin sejahtera, terkondisikan dan merasa diperhatikan dengan adanya keputusan Indonesia untuk mengikuti perkembangan dunia internasional ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar